lemondial-business-school

Ketua STIMPAL Lemondial Raih Gelar Doktor Pendidikan UNJ dengan Predikat Cumlaude

Kamis, 23 Oktober 2025 | 16:12 WIB




Ketua STIMPAL Lemondial Fransiscus Amonio Halawa raih gelar Doktor Pendidikan.

JAKARTA -- Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Pariwisata dan Logistik Lentera Mondial Fransiscus Amonio Halawa, S.Kom., MM berhasil mempertahankan disertasinya dalam sidang promosi doktor di Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (PEP) Universitas Negeri Jakarta, Kamis, 23 Oktober 2025. 

Judul disertasinya adalah "Pengaruh Self-Leadership dan Kecerdasan Emosional dalam Menurunkan Tingkat Burnout Guru di Daerah 3 T yang Dikaji Berdasarkan Aspek Spiritualitas."

Sidang digelar secara hybrid di Gedung Bung Hatta Lt. 5 UNJ di hadapan tujuh penguji ahli, termasuk satu penguji eksternal dari Universitas Sriwijaya, dibimbing oleh Promotor Prof. Dr. Ari Saptono, SE., M.Pd dan Co-Promotor Prof. Dr. Anan Sutisna, M.Pd.

Adapun ketujuh penguji dimaksud yaitu:

1. Prof. Dr. Dedi Purwana ES, M.Bus (Ketua)
2. Prof. Dr. Wardani Rahayu, M.Si (Sekretaris)
3. Prof. Dr. Ari Saptono, S.E., M.Pd.
4. Prof. Dr. Anan Sutisna, M.Pd
5. Prof. Dr. Soeprijanto, M.Pd
6. Prof. Dr. Dinny Devi Triana, M.Pd
7. Dr. Effendi, M.Si (Univ Sriwijaya)

Dr. Fransiscus Amonio Halawa, MM.

Sidang promosi doktor UNJ ini berjalan lancar dengan sesi tanya jawab yang mendalam dari tujuh penguji, yang memberikan apresiasi terhadap kontribusi riset Fransiscus dalam bidang pendidikan.

Disertasi Fransiscus menyajikan temuan penting tentang bagaimana penerapan self-leadership dan kecerdasan emosional dapat menjadi strategi efektif dalam menurunkan tingkat burnout atau kelelahan kerja para guru, khususnya di daerah 3 T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Dalam penelitiannya, Fransiscus mengambil lokasi di Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara.

Dr. Fransiscus Amonio Halawa, MM, Dr. Diyan Putranto dan para Penguji.

Burnout adalah kondisi kelelahan fisik, mental, dan emosional yang ekstrem akibat stres berkepanjangan terkait pekerjaan atau studi. Kondisi ini menyebabkan penurunan motivasi, produktivitas, dan kinerja, serta dapat berujung pada perasaan tidak berharga atau ingin menarik diri dari lingkungan sosial.

Dengan tingkat analisis statistik yang tajam, hasil penelitian Fransiscus menunjukkan bahwa guru yang memiliki kemampuan self-leadership tinggi cenderung mampu mengelola stres dan tekanan pekerjaan dengan lebih baik. Selain itu, kecerdasan emosional yang dioptimalkan secara spiritual juga turut berperan dalam menjaga stabilitas emosional guru sehingga menurunkan risiko burnout yang selama ini menjadi perhatian utama di lingkungan pengajaran wilayah 3T.

Disertasi ini menekankan pentingnya pendekatan holistik yang memadukan aspek psikologis dan spiritual untuk mendukung kesejahteraan guru dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah yang selama ini kurang mendapat perhatian memadai.

Temuan ini membuka peluang bagi kebijakan pendidikan yang lebih berorientasi pada pengembangan karakter dan kesehatan mental tenaga pendidik 3 T.

Fransiscus dalam kesempatannya menekankan pentingnya pengembangan dimensi spiritualitas guru di daerah 3T agar mereka mampu mengelola situasi keterbatasan secara positif, termasuk mengelola kecerdasan emosionalnya.

"Saya berharap hasil penelitian ini bisa menjadi acuan bagi pihak terkait untuk memberikan dukungan lebih kepada guru-guru di daerah 3 T agar mereka dapat mengelola stres kerja dengan lebih efektif dan tetap produktif," katanya.

Dr. Fransiscus Amonio Halawa, MM, para Penguji dan keluarga.

Namun menariknya, Fransiscus justru menemukan bahwa tingkat kecerdasan emosional tidak berpengaruh signifikan (negatif) terhadap burnout guru di daerah 3T. Ini merupakan temuan yang penting karena umumnya orang dengan tingkat kecerdasan emosional yang baik tentu memiliki tingkat spiritualitas yang baik pula.

"Guru di daerah 3T seringkali menghadapi keterbatasan sarana, beban kerja ganda, isolasi geografis dan tantangan social yang tinggi. Tekanan struktural ini melampaui coping emosional individu, sehingga kecerdasan emosional tidak cukup kuat menurunkan burnout secara signifikan," katanya dalam paparan penelitian.

Ia pun memberikan rekomendasi strategis kepada Pemerintah Kabupaten Nias Selatan dan sekolah agar dapat mengembangkan program-program yang memperkuat dimensi spiritualitas guru, antara lain seperti refleksi atau ret-ret, pembinaan keagamaan, konseling, pelatihan mindfulness dan praktik kerohanian yang sesuai dengan latar belakang agama masing-masing guru.

"Dengan meningkatkan aspek spiritual, guru dapat lebih mampu mengelola stress dan mencegah burnout. Hanya mungkin perlu juga dilihat dalam penelitian lebih lanjut, misalnya, apakah latar agama tertentu seorang guru berpengaruh terhadap tingkat burnout atau tidak. Dalam penelitian ini, kebetulan sekali mayoritas penduduk Nias Selatan beragama Kristen (97%)," tandasnya.

Terhadap hasil riset yang sangat penting ini, para penguji pun memberikan apresiasi tinggi kepada Promovendus dengan predikat sangat memuasakan (Cumlaude).

Para penguji menyarankan agar riset ini diterbitkan dalam bentuk buku ber-ISBN dan memiliki implikasi praktis terhadap pengembangan kualitas guru di daerah 3T di Indonesia, khususnya di Nias Selatan.

Fransiscus pun menjelaskan bahwa hasil riset tersebut akan dipaparkan kepada Dinas Pendidikan Nias Selatan sebagai bentuk kontribusi pemikiran terhadap pembangunan sumber daya manusia lokal.

"Setelah ini saya akan paparkan hasil riset kepada Pemerintah Kabupaten Nias Selatan," ungkapnya.*